Analis Pakar; Pj Gubernur Aceh dari Kalangan Militer Timbulkan Traumatik Korban Konflik

KOALISI.co - Pakar hukum Tata Negara, Universitas Gadjah Mada, Dr. Herlambang P. Wiratraman menyebutkan penetapan Penjabat (Pj) Gubernur Aceh dari kalangan Militer akan menimbulkan traumatik mendalam bagi korban konflik.

Menurutnya, problem mendasar soal Hak Asasi Manusia (HAM) ketika Pemerintah Pusat menetapkan Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh hingga saat ini masih belum sepenuhnya tuntas. Bahkan, cenderung menguatkan impunitas.

“Keterlibatan militer dalam DOM tidak pernah cukup mendapatkan pertanggungjawaban hukum, (Penetapan Pj Gubernur Aceh dari kalangan Militer) bagi masyarakat tentu akan lahirkan traumatik yang kian tak tersembuhkan,” kata Herlambang, Kamis 30 Juni 2022.

Selain itu, penetapan Pj Gubernur Aceh dari kalangan militer akan menambah rasa ketidakadilan bagi korban konflik. Apalagi, kasus KKR belum sepenuhnya tuntas, sebaliknya memenjarakan kritikuntuk menagih janji MoU Helsinski.

“Sebaiknya Aceh memikirkan masa depan demokrasi, memperkuat perlindungan hak-hak kewargaan, yang lebih memperlihatkan kualitas politik yang lebih progresif, bukan sekadar mengakomodasi kepentingan kekuasaan,” cetus Direktur Pusat Studi Hukum dan HAM LP3ES Jakarta ini.

Dalam UU RI 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia menyebutkan bahwa prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif. Jika tidak mengundurkan diri ini jelas bertentangan dengan aturan.

“Kerugian jika Aceh dipimpin dari kalangan militer, demokratisasi akan terhambat, karena figur latar militer melahirkan dilema sosial politik, terutama berkaitan dengan kejahatan kemanusiaan yang terjadi di masa lalu yang menyejarah dalam konteks politik Aceh,” tandasnya.

“Impunitas masih membayangi masa depan kemanusiaan, dan upaya penyejahteraan sosial. Perlu dicatat, hingga hari ini belum ada peradilan yang menegaskan pertanggungjawaban hukum sebagaimana dimandatkan oleh MoU Helsinski,” demikian Herlambang.