BPOM Rilis Syrup Obat Aman dari Cemaran EG dan DEG
KOALISI.co - Cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) pada syrup obat yang ditengarai menjadi penyebab gangguan ginjal akut pada ratusan anak di Indonesia masih terus diselidiki pemerintah.
Dari 102 obat yang digunakan pasien, BPOM merilis 30 obat yang dinyatakan tidak mengandung cemaran EG dan DEG sedangkan tiga produk mengandung EG dan DEG melebihi ambang batas aman.
Ketiga produk ini termasuk dalam lima produk yang telah dirilis BPOM pada 20 Oktober 2022 lalu, sedangkan 69 produk sisanya masih dalam proses pengujian.
Baca Juga: DPR Aceh akan Rakor dengan Mitra Terkait Larangan Penjualan Obat Syrup
Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito menyebut tengah mendalami seluruh syrup obat yang beredar di Indonesia. Berdasarkan data registrasi BPOM, sebanyak 133 syrup obat aman digunakan sepanjang sesuai aturan pakai karena tidak menggunakan pelarut propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol.
Untuk memastikan keamanan sirup obat lainnya, BPOM juga telah melakukan sampling dan pengujian 13 sirup obat (21 bets) yang dinyatakan aman aman digunakan sepanjang sesuai aturan pakai .
Cemaran EG dan DEG diduga berasal dari penggunaan pelarut propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol. Keempat pelarut ini tidak dilarang, selama proses produksi terjaga dari cemaran EG dan DEG berlebihan. Untuk itu, standar mengatur ambang batas maksimal yang diperbolehkan untuk EG dan DEG sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari.
Baca Juga: 31 Anak di Aceh Alami Gagal Ginjal Akut, 20 Diantaranya Meninggal Dunia
"Selama itu ada di batas minimal, bisa ditolerir oleh badan kita, maka dianggap aman. Tentu harus sesuai juga cara penggunaan obat, dosis, dan lamanya penggunaan obat tersebut," jelas Kepala BPOM dalam Konferensi Pers di Kantor BPOM, Minggu 23 Oktober 2022.
Sementara itu, Guru Besar Farmakokimia ITB, Prof. Rahmana Emran Kartasasmita mengungkapkan paparan EG dan DEG melewati ambang keamanan tidak dimaknai akan keracunan, melainkan berisiko mengalami gangguan kesehatan, sehingga perlu ada analisis lebih mendalam terkait hal ini. Penggunaan keempat pelarut, termasuk di negara maju, dimungkinkan dengan ambang batas tertentu.
"Jika diperiksa pada produk akhir bisa saja ada kandungannya. Bukan tidak memenuhi syarat, tapi konsentrasinya dihitung. Bukan menegatifkan karena semua negara sepertinya tidak akan mampu," ucapnya.
Baca dihalaman selanjutnya >>>