Kata MaTA soal Penghentian Program JKA; Tidak Ada Alasan Hentikan JKA
KOALISI.co - Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian memberikan kritikan soal kebijakan Pemerintah Aceh yang akan menghentikan program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) pada April 2022 mendatang.
Menurutnya, JKA merupakan salah satu program unggulan Pemerintahan Irwandi-Nova, yang meliputi pemenuhan akses layanan kesehatan gratis yang lebih mudah, berkualitas dan terintegrasi bagi seluruh rakyat, pemberian santunan untuk kalangan masyarakat usia lanjut dan lainnya.
“Kalau beralasan anggaran tidak cukup, jelas tidak mendasar, publik sangat paham menyangkut anggaran Aceh saat ini, jadi tidak alasan bagi pemerintah menghentikan JKA,” kata Alfian dalam keterangan kepada KOALISI.co, Senin 21 Maret 2022.
Baca Juga: Kata Haji Uma soal Penghentian Program JKA; Ini Menyangkut Hak Dasar Rakyat Aceh
Dikatakan Alfian, pelayanan kepada masyarakat yang sudah mendapatkan layanan JKA, masih banyak ditemukan keluhan. Seharusnya, masyarakat Aceh mendapatkan layanan kesehatan yang lebih karna Pemerintah Aceh setiap tahun melakukan subsidi ke BPJS.
“Ini menjadi masalah yang tidak pernah dituntaskan oleh Pemerintah sejak 2010 JKA di berlakukan. misalnya kita masih menemukan keluhan warga, pelayanan pasien JKA tidak mendapatkan layanan yang semestinya,” ungkapnya.
Selain itu, persoalan penting dari program JKA tersebut adalah proses administrasi maupun penegakan hukum. karna secara tranparansi, Pemerintah Aceh sampai saat ini tidak memiliki data berupa, nama dan alamat yang pernah mendapatkan layanan JKA.
Baca Juga: Kata Nasir Djamil soal Penghentian progam JKA; Bentuk Pengkhianatan Terhadap Rakyat
“Sejak 2010 Pemerintah tidak pernah serius pingin tau, data tersebut kesannya sangat tertutup dikuasai oleh BPJS dan susah diakses oleh public, kita hanya tau jumlah jiwa tapi siapa pasien dan alamatnya yang terima layanan JKA sangat tertutup,” terangnya.
Sambungnya, ada fase yang menurutnya perlu di bongkar secara serius, mulai tahapan verifikasi data, kontrak, layanan, klaim pihak rumah sakit ke BPJS dan tahapan akuntabilitas dan transparansi. tahapan ini sangat rawan terjadi tindak pidana korupsi.
“Misalnya tahun 2016 rekonsiliasi dengan pihak BPJS Kesehatan, hanya tercatat 2.066.979 jiwa sebagai peserta JKRA. Artinya ada 460.061 jiwa data Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang fiktif tetapi Pemerintah Aceh tetap membayar ke BPJS,” demikian kata Alfian.