Hal ini bertujuan agar penyelenggaraan Pemilu tahun 2024 nanti berlangsung secara professional dan independen. Namun tentu hal ini, juga harus kita sertakan dengan penjatuhan sanksi yang tegas dan terukur, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut penulis, tantangan independensi ruang redaksi pada saat Pemilu 2024 nanti masih sangat besar. Terlebih, media tidak terlepas dari hierarki pengaruh pemodal mereka yang juga turut berkontestasi pada pemilu nanti.

Belum lagi permasalahan kesejahteraan wartawan yang minim, turut mendorong mereka untuk menerima politik uang dalam bentuk publikasi pemberitaan maupun iklan advertorial.

Baca Juga: Dewan Pers: Mahasiswa Harus Jadi Jurnalisme Berkualitas

Begitu pula dengan iktikad untuk menjaga kondusivitas pada masa tenang yang diperkirakan bakal terlaksana pada tanggal 23-25 Juni 2024 nanti, juga perlu untuk menjadi perhatian kita bersama. Beberapa hal yang kiranya perlu diatur pada masa tenang, yaitu:

1. Tidak menyiarkan pemberitaan, rekam jejak, program-program, informasi, dan/atau bentuk lainnya yang mengarah pada kepentingan kampanye yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon.
2. Menyiarkan iklan kampanye pemilihan.
3. Menyiarkan hasil survei atau jajak pendapat tentang pasangan calon. Terlebih memang hasil pemantauan penulis, hasil survei ini bisa berbeda-beda dalam menguntungkan suatu pasangan calon.
4. Hasil perhitungan cepat juga perlu diatur penayangannya, sehingga tidak memengaruhi masyarakat pada saat hari H pemilihan, yang diperkirakan akan terlaksana pada tanggal 26-27 Juni 2024.
5. Permasalahan media siber abal-abal yang tidak terverifikasi baik secara administrasi maupun faktual di Dewan Pers juga perlu diatur, karena sering kali memunculkan berita bohong dan ujaran kebencian dalam bentuk provokasi SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan), yang akan semakin marak pada saat menjelang pemilu.

Tingginya Tingkat Pelanggaran Pemilu di Media.

Baca dihalaman selanjutnya>>>