Kondisi, Tantangan dan Solusi dari Penyelenggaraan dan Pengawasan Pemilu 2024

Foto: Ist

Permasalahan di atas sebenarnya memang telah diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum setiap kali menjelang Pemilu/Pilkada, namun tingginya tingkat pelanggaran yang terjadi membuktikan, bahwa dalam penerapan sanksinya masih belum optimal.

Artinya, ketegasan berupa penjatuhan sanksi merupakan syarat mutlak, meskipun harus kita akui bahwa pelanggaran melalui media itu hanya masuk ke dalam ranah pelanggaran kode etik dan pelanggaran administratif saja, kecuali mungkin keberadaan media abal-abal, yang bisa masuk ke dalam jeratan tindak pidana pemilu.

Sudah seharusnya media menjadi wadah pendidikan politik, terutama bagi masyarakat di daerah, bukan malah menjadi sumber referensi pasca kebenaran yang kerap kali membuat anak-anak bangsa kita terpecah. Maka dari itu, menurut penulis, media adalah peluang sekaligus tantangan yang masuk dalam indeks kerawanan pemilu.

Baca Juga: Lahirnya Oligarki, PNA Tolak Sistem Proporsional Tertutup Pada Pemilu 2024

Artinya, kita membutuhkan strategi pencegahannya segera dengan duduk bersama antar penyelenggara pemilu.

Pemetaan potensi permasalahan pemilu ini memang perlu untuk segera kita antisipasi, sebab akan berpengaruh pada tinggi-rendahnya tingkat partisipasi pada Pemilu 2024 nanti. Logikanya, jika semakin banyak media yang partisan, maka akan semakin berkurang pula kepercayaan masyarakat terhadap media dan peserta pemilu.

Presiden Ir. Joko Widodo pun pernah mengingatkan kita, bahwa salah satu tantangan Pemilu 2024 nanti adalah kampanye yang dilakukan melalui media massa dan media sosial sering kali diwarnai oleh politik identitas.

Baca Juga: Tim Pansel Sosialisasi Pemilihan Calon Anggota Panwaslih Aceh

Hal tersebut selain berdampak buruk terhadap proses konsolidasi demokrasi Indonesia, juga tentu berakibat pada polarisasi yang mengganggu integritas bangsa Indonesia. Artinya permasalahan ini harus segera kita reduksi.

Sejak awal mengajak para peserta pemilu untuk melakukan pemilu yang damai, pemilu yang jujur, pemilu yang berintegritas, dan menolak tindakan-tindakan yang tidak terpuji, yang menciderai demokrasi: menyebar fitnah, menyebar ujaran kebencian, politik uang dan yang lain-lainnya.

Kita harus mendorong kampanye berkualitas yang menyehatkan demokrasi kita, mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi, mengedepankan politik adu ide, adu gagasan, bukan politik adu domba kata Presiden RI Ir. Joko Widodo.

Baca Juga: Mahasiswa Unimal Ajak Warga Aceh Utara Kembangkan Bisnis Melalui Promosi Digital

Pada akhirnya, tujuan dan fungsi pemilu adalah untuk membentuk pemerintahan yang demokratis dan memiliki legitimasi di mata masyarakatnya. Baik itu di tingkat lokal maupun pusat guna mewujudkan persatuan, kerakyatan yang berdaulat, serta tentunya negeri yang adil dan sejahtera dengan segala potensi yang negara kita miliki.

Namun tentu, dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang demokratis itu, kita sangat memerlukan proses pemilihannya yang demokratis pula. Dimana setiap peserta pemilu mendapatkan kesempatan yang setara.

Tidak ada pembedaan perlakuan dalam memberikan wadah untuk menyosialisasikan visi, misi dan gagasan mereka ketika nanti terpilih untuk memimpin Indonesia. Hal ini tentu menjadi tanggung jawab para penyelenggara pemilu, seperti: KPU, Bawaslu dan DKPP; sistem pendukung penyelenggaraan Pemilu, seperti: Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), serta juga media dalam mewujudkan penyelenggaraan Pemilu yang informatif, edukatif dan kontrol sosial, sesuai aturan.

Selanjutnya 1 2 3

Komentar

Loading...