Relawan, Politik dan Sistem Bernegara

Hard Cover. Tarmidinsyah Abubakar

Oleh : Tarmidinsyah Abubakar

(Pengamat Politik)

Volunteers atau dalam dunia politik kita dikenal dengan dalam bahasa Indonesia Relawan, adalah kata yang paling populer dalam kehidupan dunia sosial dan dunia politik di Amerika Serikat.

Tetapi Relawan adalah kecenderungan hidup bermasyarakat di Amerika dengan substansi yang berbeda dari pola hidup kita di Indonesia.

Kalau Anda mengenal Presiden pemadam kebakaran maka kita akan mendapatkan bahwa semua peralatan pemadam kebakarannya dibeli sendiri secara swadaya oleh masyarakat disana.

Kemudian kalau kita mendapatkan pimpinan Relawan pemenangan, semisal Relawan presiden Joe Biden maka mereka membiayai secara swadaya organisasinya dan organisasi relawan bukan menjadi alat menundukkan warga Negara di daerah oleh mereka yang berkedudukan dipusat dengan mengeksploitasi tingkatan organisasi.

Kalau kita bercermin kesana maka seharusnya calon presiden yang cerdas dapat mengambil point untuk dinilai oleh masyarakat Indonesia dalam mengatur managemen membangun organisasi Relawannya setidak-tidaknya bisa memperkuat sistem Otonomi Daerah dan terlebih lagi Daerah berstatus Otonomi Khusus sebagaimana Aceh.

Seharusnya dalam sistem organisasi apapun apalagi organisasi Relawan politik atau dalam bermasyarakat dan berpolitik lain perlu dijauhkan dari sistem sentralistik yang telah merugikan, membodohkan dan menjajah masyarakat daerah di Indonesia dalam waktu yang begitu lama.

Kalau ada calon Presiden yang benar-benar ingin melakukan perubahan serta serius membangun negara dan bangsanya maka dalam sistem kerja pada relawan saja, mereka sudah bisa menunjukkan nilai perubahan yang dibawa dari masa kampanye capres di negeri ini sehingga mereka juga diyakini sebagai pemimpin yang bisa membawa rakyat ke arah yang lebih maju.

Lalu apa yang dominan kita saksikan selama ini dalam sistem kampanye calon presiden Republik Indonesia?

Pertama,
Sikap arogansi dari orang-orang dipusat kekuasaan terhadap masyarakat daerah bahkan dalam manajemen kerja tim Relawan, belum lagi dalam sistem kerja partai politiknya.

Politik dan bernegara tidak bisa dipisahkan oleh karena sikap egois seseorang dalam politik. Seharusnya kampanye partai politik menjadi kompetisi kecerdasan dalam pengelolaan masyarakat terutama yang berkaitan keputusan-keputusan dan kebijakan pembangunan negara ini.

Kecerdasan dalam memahami otonomi daerah atau otonomi khusus daerah provinsi dan kabupaten kota sangat berpengaruh pada kebijakan kampanye calon presiden Indonesia, dari situlah akan tergambarkan bagaimana seorang capres bisa memberi kontribusi dan pelajaran bagi rakyat Indonesia.

Karena itulah maka memilih calon presiden bukan adu logistik, adu uang, adu fasilitas tetapi kompetisi kecerdasan manajemen membangun rakyat daerah, membangun rakyat kabupaten, membangun rakyat di kecamatan dan desa.

Lihatlah bagaimana pemasangan alat kampanye di kampanye presiden di negara-negara yang maju dalam demokrasi. Dimana alat kampanye disamakan di tempat publik kecuali pada tempat pribadi mereka yang juga dibatasi, semua itu adalah untuk mewujudkan kualitas tujuan penerapan demokrasi dalam kehidupan masyarakatnya.

Kenapa? Karena kampanye politik adalah pendidikan politik yang sangat berharga bagi suatu bangsa yang berpegang pada konstitusi yang demokratis sebagaimana UUD 1945 yang sudah diamandemenkan.

Jika dalam pekerjaan kampanye saja sudah memperlihatkan kebobrokan kepemimpinan bagaimana mungkin seorang capres dapat dipilih menjadi presiden.

Kedua,
Penyimpangan dan panyalahgunaan Jabatan. Terutama para komisaris dan Dewan Direksi BUMN yang sedianya berfungsi dan bertugas sebagai pelaku produksi pada perusahaan negara justru melakukan politik terlarang.

Karena sesungguhnya komisaris dan direksi BUMN bisa membawa perusahaan negara bangkrut akibat dibawa ke dalam politik.

Seharusnya pengalaman beberapa pilpres dimasa lalu sudah cukup bagi bangsa ini menjadi pengalaman yang berharga dan menyadari kebodohannya dalam politik demokrasi yang meskipun bangsa ini bukan ahlinya tetapi para pemimpin harus menyadari bahwa ;

Ada perampok demokrasi, perusak politik dari kalangan BUMN yang dipelihara oleh pemerintah yang melakukan perusakan pembangunan rakyat daerah di Indonesia yang perlu segera di basmi sebelum negara ini lebih berantakan.

Calon presiden yang paham dalam pembangunan rakyat daerah tentu akan menata dan menghormati pembangunan daerah otonomi dengan kemandiriannya, si cerdas akan membangun kemandirian sementara calon presiden yang bodoh akan membiarkan tim relawannya yang arogan dan tidak pernah menghormati otonomi organisasi rakyat daerahnya apalagi daerah otonomi khusus dibuat kebijakan yang sentralistik dalam segala hal maka tidak berbeda dengan menghina rakyat daerah itu sebagaimana di Aceh.

Menurut UU No. 19 tahun 2003 Pasal 1, pengertian BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, dan kegiatan utamanya adalah untuk mengelola cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan digunakan sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat.

Itulah tugas para komisaris, direksi dan pegawai BUMN sehingga mereka tidak boleh masuk kedalam dunia politik praktis karena bisa membawa perusahaan negara tersebut.

Ketiga,
Ketidak tegasan dalam mengatur pelarangan atau pembiaran para pejabat BUMN dapat dinilai sebagai suatu indikator kecerdasan calon pemimpin, atau bisa saja dinilai oleh masyarakat sebagai bentuk kebodohan yang membiarkan aparatur BUMN bermain dalam politik pilpres yang bukan ranah tugasnya.

Pertanyaannya, apakah para direksi dan komisaris BUMN ini dipelihara untuk pos jabatan memanage politik rakyat daerah dari istana?

Kita akan saksikan peran mereka dalam beberapa hari kedepan dalam tim relawan capres tersebut, apakah mereka masih arogan dan sok tahu rakyat daerah?

Indikatornya apa? Tentu saja jika "Benar" pemerintah pusat memelihara mereka untuk politik maka rakyat Indonesia harus memahami bahwa negara ini memang dirusak politik dan negaranya oleh presiden sendiri.

Karena apa? Karena presiden telah melakukan aborsi politik yang sungguh terlarang dan membuat BUMN ikut campur dalam politik dimana yang seharusnya mereka menggunakan kualitas dan kapasitasnya untuk melakukan produksi pada perusahaan negara untuk tujuan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Berikutnya indikator lain adalah jika "tidak Benar" maka presiden atau yang berwenang lain harus memerintahkan komisaris dan direksi serta pegawai BUMN untuk keluar dari fungsi mereka dalam kampanye Calon Presiden dan berkonsentrasi dalam tugas dan fungsinya.

Ini adalah salah satu tulisan diantara beberapa tulisan yang ditulis oleh berbagai kalangan rakyat Indonesia yang mengharapkan aparatur BUMN menghentikan Arogansi dan prilaku buruknya dalam ranah politik kekuasaan di Indonesia.

Komentar

Loading...