Ulasan Film Fugitive: The Curious Case of Carlos Ghosn
Fugitive: The Curious Case of Carlos Ghosn adalah film dokumenter Netflix yang baru-baru ini saya tonton. Carlos Ghosn sendiri adalah seorang pengusaha otomotif sukses yang coba melawan masa lalu ayahnya yang kelam. Ia seperti ingin membuktikan pada dunia, bahwa masa lalu tidak akan mampu memengaruhi masa depan seseorang.
Pada film ini, Ghosn sudah mendapatkan posisi terbaiknya sebagai pimpinan Renault, perusahaan mobil skala global pabrikan Perancis menggantikan pendahulunya. Semenjak menjabat, kebijakan Ghosn memang sudah dikenal cukup kontroversial. Yakni pertama, dengan memecat banyak karyawan dengan dalih penghematan operasional. Kedua, memperpanjang waktu kerja termasuk pada akhir pekan. Ketiga, melakukan aliansi dengan perusahaan mobil asal Jepang, Nissan.
Jelas kebijakan semacam itu menimbulkan gelombang demonstrasi buruh, sentimen internal hingga publik. Namun Ghosn yang berperawakan serius tidak pernah ambil pusing. Hingga pada saatnya, ia dapat membuktikan Renault-Nissan keluar dari jurang kebangkrutan. Hutang bank untuk produksi pun menurun drastis. Renault-Nissan semakin produktif dengan minat masyarakat untuk membeli produk baru mereka. Baik itu di belahan benua Asia maupun Eropa. Bruuummm! Ghosn semakin tancap gas dalam menapaki kariernya.
Semenjak keberhasilannya itu, Ghosn semakin banyak dipuja banyak orang. Di internal perusahaan, setiap instruksinya adalah sabda, dan setiap tindak-tanduknya akan selalu diamini. Di Tokyo, ia dianggap sebagai jelmaan superhero dalam manga-manga mereka.
Lantas, di dalam lingkungan kerja yang tidak lagi memiliki sistem pengawasan berganda seperti itu, barang tentu akan menimbulkan perilaku ABS (Asal Bapak Senang), serta semau gue. Perpanjangan jam kerja hingga akhir pekan juga mulai dirasa pekerja sebagai satu hal yang menyiksa, menimbulkan frustasi hingga tidak lagi memiliki waktu bersama keluarga. Begitu pula dengan struktur Nissan yang mulai resah, aliansi ini menurut mereka lebih mirip akuisisi Renault. Nissan dengan semangat kerja dan budaya Jepangnya pun tersinggung dan melawan.
Puncak dari permasalahan ini ketika 3 atau 4 karyawan Ghosn di Renault bunuh diri, dan bocornya prototipe mobil listrik mereka oleh internal perusahaan. Ghosn berang dan mulai memecat mereka yang tidak seiya sekata dengannya. Renault pun mulai resah dengan perilaku Ghosn yang tidak lagi sederhana. Seperti merayakan pesta ulang tahun aliansi secara mewah dengan kasbon hutang yang harus dibayarkan Renault, dan tepat dilaksanakan pula pada saat hari ulang tahunnya.
Di tengah kesibukannya, Ia pun mulai mengangkat direksi di Nissan, yang sepaham dengan ideologinya. Bahkan, pada kedua perusahaan tersebut, Ghosn mulai berani menetapkan nominal gaji yang harus didapatkannya setiap bulan. Jauh dari kata 'hemat' yang selama ini ia berlakukan secara ketat pada perusahaan dan karyawan.
Hingga pada hari yang sial itu, Ghosn ditangkap kepolisian Jepang, dan digelandang ke penjara terpusat di sana. Ia ditangkap atas dugaan pemalsuan laporan keuangan, dan menggunakan aset perusahaan untuk investasi pribadi. Kini, ia harus mendekam dibalik jeruji besi yang sempit, seperti ayahnya dulu. Berbeda jauh dengan jet pribadi miliknya, yang senantiasa membawanya keliling dunia yang luas.
Sembari menunggu waktu pengadilan dimulai. Kita sebagai penonton diajak berpikir; akankah abad kejayaan Carlos Ghosn sebagai pengusaha otomotif berakhir? Akankah Aliansi Renault-Nissan membantunya, sebagaimana dulu Ghosn menyelamatkan mereka dari keterpurukan? Akankah buruh, eksekutif perusahaan dan publik Jepang bahagia atas penangkapan Ghosn? Atau pria Lebanon kelahiran Berasil ini tetap bersikukuh, bahwa dirinya tidak bersalah, dan malah merupakan korban ketidakadilan hukum di Jepang? Saksikan hanya di Netflix.