Anies dan Retorikanya
KOALISI.co - Dalam perspektif komunikasi, Debat Calon Presiden 2024 yang dilaksanakan pada Selasa malam (12 Desember 2023) yang lalu, merupakan bagian dari komunikasi publik. Sebab di dalam rangkaian debat tersebut, tampak ketiga kandidat, Anies, Prabowo dan Ganjar saling beretorika dan berdialektika serta melakukan public speaking kepada masing-masing khalayaknya, baik itu yang dikonsumsi penonton secara langsung maupun bermedia.
Dampak yang diberikan pun tidak main-main, dalam hal Debat Capres 2024 ini, komunikasi publik yang disampaikan secara efektif, barang tentu ‘sedikit-banyak’ mampu merubah pilihan para pemilih, atau malah membuat mereka berpindah haluan.
Oleh karena dampaknya yang lumayan besar itu, tentu setiap calon dan tim pemenangannya pasti sudah urun rembuk untuk merencanakan dan mempersiapkan segala sesuatunya. Termasuk dengan melakukan proses pengumpulan, penyajian dan verifikasi data.
Namun harus saya akui, jika arti ‘retorika’ adalah keterampilan berbahasa secara efektif, maka Calon Presiden Nomor Urut 1, Anies Rasyid Baswedan adalah pemenangnya. Hal ini berdasarkan pada pengamatan saya pribadi, baik dari segi seni penyampaian pesan; kemampuan memancing emosi lawan; dan kemampuan menciptakan suatu suasana di hati para pendengarnya. Berikut penjelasannya:
Pertama, Seni Penyampaian Pesan. Keterampilan dalam menyampaikan pesan, sehingga dapat diterima dengan baik ini terlihat pada saat Anies mengatakan, “Ketika kami bertugas di Jakarta, banyak izin gereja yang mandek 30-40 tahun dan tuntas dibereskan”.
Terlepas dari pro dan cons yang ada kemudian, pada saat itu Anies berhasil menepis isu yang menstigmakan bahwa dirinya ‘intoleran’. Pun, penekanan pada diksi ’30-40 tahun’ secara tidak langsung menerangkan, bahwa ia memiliki kredibilitas dan integritas (etos) untuk membawa perubahan dari segala tetek bengek kemandekan proses administratif yang selama ini berlarut-larut.
Kedua, Kemampuan Memancing Emosi Lawan. Hal ini terlihat pada saat Calon Presiden No. Urut 2 Prabowo Subianto yang merespons pernyataan Anies perihal masalah ‘keadilan’ di Papua, yang menjadi sumbu api lahirnya Kelompok Kriminal Bersenjata.
Bahkan, pada saat yang sama dengan turut mengeluarkan jurus kuda-kuda silat kepada Anies Baswedan. Tentu Prabowo sebagai Menteri Pertahanan ‘merasa tersinggung’ diajari oleh Anies mengenai pengelolaan konflik lawas di tanah Papua.
Kata Anies, “Masalah utamanya adalah tiadanya keadilan di tanah Papua, itu masalah utama.. Jadi tujuannya bukan semata-mata meniadakan kekerasan, damai itu bukan tidak ada kekerasan, damai itu keadilan”. Hal yang sama kembali terulang saat Capres No. 1 Anies Baswedan menyebut Paslon No. Urut 2 tidak tahan menjadi oposisi, karena tidak dapat berbisnis.
“Seperti yang disampaikan Pak Prabowo, Pak Prabowo tidak tahan menjadi oposisi. Apa yang terjadi? Beliau sendiri menyampaikan bahwa tidak berada dalam kekuasaan membuat tidak bisa berbisnis, tidak bisa berusaha”. Bibir Prabowo pun kemudian meledek Anies Baswedan.
Baca dihalaman selanjutnya>>>