LPLHa dan WGII Inventarisasi AKKM di Aceh Utara
KOALISI.co - Lembaga Pembelaan Lingkungan Hidup dan HAM Aceh (LPLHa) bekerja sama dengan Working Group ICCAs Indonesia (WGII) melaksanakan kegiatan inventarisasi Areal Konservasi Kelola Masyarakat (AKKM) di Gampong Peurupok, Kecamatan Paya Bakong, Aceh Utara.
Kepala Divisi Konservasi LPLHa, Hanif mengatakan, kegiatan ini berlangsung selama tiga hari, mulai 20 hingga 22 Oktober 2024.
Kegiatan tersebut, jelas Hanif, dilakukan melalui tiga pola utama, yaitu diskusi, wawancara, dan survei lapangan (transek).
Baca Juga: Bappenas dan USAID ke Aceh Utara, Ini Agendanya
“Seluruh proses berbasis partisipasi masyarakat. Data yang dihimpun sepenuhnya didasarkan pada pengetahuan dan informasi dari masyarakat setempat,” kata Hanif kepada KOALISI.co, Senin (25/11/2024) pagi.
Dikatakan Hanif, tujuan dari kegiatan ini adalah mendorong pengakuan negara terhadap praktik-praktik baik yang telah lama dilakukan oleh masyarakat adat.
"Kegiatan ini juga diharapkan memberikan masukan kepada pemerintah dalam penyempurnaan UU No 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem," ujar Hanif.
Baca Juga: Serangan Anjing Hutan, BKSDA Pasang Kamera Trap di Sejumlah Titik Hutan Konservasi
Hanif berharap hasil inventarisasi ini dapat memberikan perspektif yang berpihak kepada kepentingan masyarakat adat dalam pengelolaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati.
Hasil dari kegiatan ini akan berupa listing praktik pengelolaan keanekaragaman hayati yang dilakukan oleh masyarakat Gampong Peurupok, serta informasi penting lainnya seperti keberadaan sumber mata air, situs sejarah, dan sejarah gampong.
"Dokumen ini nantinya akan menjadi bahan pendukung untuk registrasi Areal Konservasi Kelola Masyarakat (AKKM) Gampong Peurupok," jelas Hanif.
Baca Juga: Pj Bupati Aceh Utara Terima Kunjungan USAID SEGAR, Ini Pembahasannya
Lebih lanjut Hanif menjelaskan bahwa LPLHa terus berupaya mempromosikan praktik-praktik baik dalam perlindungan keanekaragaman hayati di Aceh Utara, dengan tetap memperhatikan kearifan lokal masyarakat.
"Pada 23–24 September 2024, LPLHa telah memfasilitasi pertemuan Geuchik Peurupok dan sejumlah kepala desa lainnya dengan BKSDA Aceh dan DLHK Provinsi Aceh untuk membahas isu perlindungan satwa dan peningkatan ekonomi warga," ungkap Hanif.
Sementara itu, Reni Andriani dari Working Group ICCAs Indonesia (WGII), yang hadir langsung dari Bogor, menjelaskan bahwa AKKM adalah ekosistem yang memiliki keanekaragaman hayati, jasa ekologis, dan nilai-nilai budaya yang dikelola oleh masyarakat adat berdasarkan hukum adat dan kearifan lokal.
Baca Juga: Mengenal Hutan Desa Pulo Meuria Aceh Utara
“Dokumentasi AKKM sangat penting untuk mendukung pengakuan pengetahuan lokal dalam mengelola sumber daya alam,” kata Reni.
Hingga November 2024, lanjut Reni, WGII telah mencatat sekitar 234 AKKM dengan luas lebih dari 582.000 hektare.
Reni juga memperkenalkan peran WGII yang telah membantu proses pendokumentasian AKKM sejak 2011.
Baca Juga: Pemprov Aceh Gandeng USAID SEGAR Perkuat SP4N LAPOR untuk Lingkungan Hidup
"Proses ini meliputi registrasi, pengisian data sosial dan spasial, serta verifikasi," ujar Reni.
Dalam tahun ini, kata Reni, dokumentasi AKKM direncanakan di empat lokasi.
"Yaitu Desa Peurupok dan Desa Lawang di Aceh, serta Desa Rindu Hati dan Desa Ulak Bandung di Bengkulu," pungkas Reni.