1. Beranda
  2. Foliopini

Ulasan Film The Good Nurse

Oleh ,

The Good Nurse, saya kira film yang menayangkan cerita tentang perawat yang baik. Perawat yang bisa memberikan perhatian terhadap pasien dengan tulus. Alih-alih demikian, film ini malah menunjukkan antonim (lawan kata) dari judul yang ada. Buruk dalam artian yang sesungguhnya. Pada mulanya, saya benar-benar tertipu dengan adegan awal di film ini, ketika Charlie Cullen panik dan merasa bersalah lantaran menemukan pasien yang meninggal dunia. Ia merasa gagal menangani Code Blue, yakni kondisi gawat darurat pasien yang mengalami henti jantung. Padahal, ia sudah berusaha memberikan penanganan medis sesegera mungkin, dan dokter pun telah tiba dengan memberikan pertolongan alat pacu jantung.

Saya tertipu, bahwa dia lah biang keladi dari matinya pasien tersebut. Jejak kelam ini terus berlanjut ke rumah sakit lainnya, Dimana Cullen berada, maka di situ pula code blue bakal sering terjadi. Artinya bakal banyak pasien lainnya yang juga akan kehilangan nyawa. Hingga pada saatnya, Cullen berjumpa dengan Amy Loughren; perawat yang benar-benar baik hati. Meski ia sendiri memiliki rekam penyakit lemah jantung (kardiomiopati), dan sering menitipkan dua anaknya kepada pengasuh anak, karena bekerja pada shift malam. Mereka yang berbeda bak bumi dan langit ini pun lantas berteman dekat. Cullen sering menggantikan peran Amy jika sedang sibuk dengan pasien lainnya. Amy pun yang pertama kali mengajak Cullen berkeliling rumah sakit.

Perlahan, kecurigaan Amy terhadap Cullen baru tampak ketika detektif kepolisian (Danny Baldwin dan Tim Braun) meminta tolong untuk memata-matai perilaku Cullen, terutama saat memberikan obat. Kejanggalan ini bermula ketika dua pasien di rumah sakit tersebut meninggal dunia secara mendadak. Pertama adalah seorang nenek yang menderita penyakit kulit melepuh; dan kedua seorang ibu muda yang menderita luka ringan seperti akibat tabrakan. Namun keduanya harus meregang nyawa, karena cairan maut yang Cullen suntik ke kantong infus bening mereka.

Ada satu hal yang saya setujui dari ulasan detik.com terkait film ini, yakni bagaimana kapitalisme membutakan rumah sakit yang pernah mempekerjakan Cullen. Lihat bagaimana sulitnya detektif dalam menyelidiki kasus kematian misterius, hanya karena rumah sakit yang pernah mempekerjakan Cullen menolak bekerja sama. Menurut saya tindakan ini dapat dipahami sebagai upaya untuk mempertahankan citra atau reputasi perusahaan yang baik, walaupun jelas tindakan ‘menutup aib’ itu salah. Cullen pun sempat menyindir fenomena ini dengan mengatakan; perilaku psikopatnya terus belanjut, lantaran tidak ada yang menghentikannya. Cultura.id juga mengatakan, film ini menimbulkan kesadaran, dalam hal ini mencerahkan institusi medis profesional.

Menurut saya, film thriller ini ‘mengesankan’ dengan apa adanya. Khususnya terhadap pemeran Cullen yang totalitas (Eddie Redmayne). Begitu pula dengan aktris pemeran Amy (Jessica Chastain) yang membuktikan, bahwa melawan juga bisa dengan kelembutan. Adegan paling menegangkan menurut saya adalah ketika Amy semakin dekat dengan bukti untuk mengungkap kasus ini, namun nyawa dua anaknya di rumah terancam, lantaran Cullen sudah terlanjur dekat dengan keluarganya.

Film yang diangkat dari kisah nyata ini memang memiliki beberapa perbedaan alur cerita dengan kisah nyatanya. Dalam kisah nyata disebutkan, bahwa motif pembunuhan ini karena ingin mengakhiri penderitaan para pasien. “Saya pikir orang-orang tidak akan menderita lagi (ketika mati), jadi dalam arti tertentu, saya pikir telah membantu mereka.” (greenscene.co.id). Sementara dalam film ini masih belum jelas disebutkan apa motifnya? Film ini hanya memberikan beberapa petunjuk, seperti: trauma dengan perempuan (ibu, mantan istri, dan anak-anak perempuannya yang tidak boleh dijumpai, serta sebagai bentuk kekuasaan/dominasi laki-laki atas perempuan).

Mungkin saat ini, Cullen masih mendekam di balik jeruji besi, dan mungkin baru akan bebas setelah ia tiada. Saking banyaknya tuntutan dan hukuman yang harus ia jalani. Cullen tidak dihukum mati, lantaran ia mengakui telah membunuh 25 orang selama bekerja di 9 rumah sakit. Meski polisi ragu dan meyakini korbannya lebih dari 400 orang. Kamu penasaran dengan kisahnya? Selengkapnya dapat kamu saksikan hanya di Netflix!

Baca Juga