Dua Terdakwa AWSC 2017 Jadi Tahanan Kota, MaTA Sebut Preseden Buruk

MaTA Tagih Komitmen KPK soal Penanganan 5 Kasus Korupsi di Aceh
Koordinator MaTA, Alfian. Foto: Irma/KOALISI.co.

KOALISI.co - Masyarakat Tranparansi Aceh (MaTA) menilai kebijakan Majelis Hakim mengabulkan dua terdakwa kasus korupsi anggaran Aceh World Solidarity Cup (AWSC) 2017 menjadi tahanan merupakan preseden buruk.

Koordinator MaTA, Alfian dalam keterangan Sabtu (12/11) mengatakan, kasus ini bukan pertama kali terjadi dan telah menjadi trend. Untuk itu, MaTA mempertanyakan eksitensi dan moralitas hakim terhadap terdakwa koruptor.

"Dulu trend mereka (Majelis Hakim) suka vonis ringan terus pengalihan tahanan sampai vonis bebas. Jadi, fungsi dan semangat Pengadilan Tipikor ini perlu dipertanyakan," kata Alfian.

Baca Juga: Jaksa Keberatan Dua Terdakwa Kasus Korupsi AWSC 2017 Jadi Tahanan Kota

"Vonis bebas mereka putuskan misalnya, kemudian Kejaksaan kasasi hampir semua kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. jadi bukan berarti putusan vonis hakim Tipikor sudah tepat," sambungnya.

Menurut MaTA, kebijakan hakim telah menjadi tontonan bagi publik bahwa terdakwa koruptor mendapat perlakuan istimewa dan telah mencederai rasa kepercayaan publik bagi insitusi hukum di Indonesia.

Kemudian, MaTA mendesak Kejaksaan untuk melakukan upaya seperti meminta kepada Komisi Yudisial (KY) untuk mengawasi dan memeriksa terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Banda Aceh.

Baca Juga: Tipikor Banda Aceh Gelar Sidang Perdana Kasus Korupsi AWSC 2017 secara Virtual

"Tidak bisa dibiarkan praktek yang sudah tidak relevan, apa lagi alasan yang dikemukan oleh para hakim dalam pengalihan para terdakwa menjadi tahanan kota sama sekali tidak bisa di terima akal sehat," terangnya.

"Kalau begini alasannya, peristiwa berulang pun akan terjadi menjadi dugaan publik, dan apakah yang publik tonton saat ini pengadilan sesat atau berbayar dan kami menilai wajar sekali publik berkesimpulan demikian," pungkasnya.

Komentar

Loading...