Pengalihan Empat Pulau Aceh ke Sumut, HMI: Ancam Martabat Aceh dan Mengkhianati Otonomi Khusus

Pengalihan Empat Pulau Aceh ke Sumut, HMI: Ancam Martabat Aceh dan Mengkhianati Otonomi Khusus
Aris Munandar, Bendahara Umum HMI Lhokseumawe - Aceh Utara. Dok. Ist.

KOALISI.co - Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Lhokseumawe - Aceh Utara menyayangkan Surat Keputusan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 300.2.2-2138 tentang empat pulau yang berada di Kabupaten Aceh Singkil yaitu Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang secara administratif dipindahkan ke Provinsi Sumatera Utara, Kamis (12/06/2025).

HMI Lhokseumawe - Aceh Utara menyebut kebijakan ini sebagai bagian dari pola lama yang terus menggerus hak-hak Aceh melalui keputusan sepihak pemerintah pusat. Mereka menilai, pengalihan wilayah ini tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga mencederai martabat rakyat Aceh.

Baca Juga: Forbes DPR-DPD RI Aceh Desak Presiden Batalkan SK Mendagri Terkait Empat Pulau di Singkil

Aris Munandar, Bendahara Umum HMI Cabang Lhokseumawe - Aceh Utara, dalam keterangannya menegaskan bahwa keputusan ini merupakan pengkhianatan terhadap semangat otonomi khusus yang telah dijamin dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Menurutnya, pengambilan keputusan yang menyangkut batas wilayah Aceh seharusnya melibatkan Pemerintah Aceh, lembaga adat, serta unsur masyarakat.

"Aceh bukan sekadar garis di peta administratif. Setiap jengkal tanah dan pulau di Aceh mengandung sejarah, adat, dan martabat yang tidak bisa diputuskan secara sepihak," kata Aris.

HMI mengatakan keputusan Kemendagri tersebut mengabaikan Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Pemerintahan Aceh yang mewajibkan konsultasi dengan Gubernur Aceh dalam setiap kebijakan administratif yang mempengaruhi wilayah Aceh.

Baca Juga: Rumah Dinas KAJARI Aceh Utara Tidak Ditepati, Aktivis HMI : Antara Pengabdian dan Kepentingan Pribadi

Lebih dari Soal Administrasi, Ini Soal Martabat

Aris Munandar menilai bahwa persoalan ini jauh melampaui urusan teknis administratif. Menurut Aris, pengalihan empat pulau tersebut tanpa dasar hukum dan sejarah yang kuat berpotensi memicu ketegangan sosial di lapangan, terutama di wilayah perbatasan yang selama ini hidup damai. Ia khawatir, jika tidak segera diselesaikan secara adil, kebijakan ini akan menjadi preseden buruk yang dapat memecah belah daerah-daerah lain di Indonesia.

"Jika Aceh yang memiliki status kekhususan saja bisa diperlakukan seperti ini, bagaimana dengan daerah-daerah lain? Ini bukan hanya soal Aceh, ini soal keadilan nasional," ujar Aris.

Ancaman Terhadap Kepercayaan Daerah

HMI menilai langkah pemerintah pusat yang kerap mengambil keputusan sepihak justru menjadi ancaman nyata bagi kepercayaan daerah terhadap pemerintah pusat. Menurut Aris, jika pola seperti ini terus berlanjut, hubungan pusat dan daerah akan semakin retak.

"Hari ini Aceh, bisa jadi besok daerah lain. Jika pusat terus mengambil keputusan sepihak tanpa mendengar suara daerah, ini bukan lagi soal kebijakan, ini pengkhianatan terhadap prinsip negara kesatuan yang adil," tambahnya.

Tuntutan dan Sikap Tegas Mahasiswa

Sebagai bentuk tanggung jawab moral, HMI Cabang Lhokseumawe - Aceh Utara menyampaikan beberapa tuntutan penting:

  1. Meminta Kemendagri segera mencabut Surat Keputusan Nomor 300.2.2-2138 dan meninjau kembali status wilayah berdasarkan sejarah dan hukum yang sahih.
  2. Mendesak pemerintah pusat untuk membuka ruang dialog yang melibatkan Pemerintah Aceh, tokoh adat, akademisi, dan masyarakat.
  3. Mendorong Pemerintah Aceh untuk bersikap tegas membela kepentingan rakyat Aceh.
  4. Meminta Presiden RI untuk turun langsung menangani persoalan ini demi menjaga keadilan dalam keutuhan NKRI.

Aceh Harus Bersatu

Mengakhiri pernyataannya, Aris Munandar mengajak seluruh elemen masyarakat Aceh untuk bersatu menjaga kedaulatan wilayah dan tidak membiarkan manipulasi administratif terus berlangsung.

"Kita semua tidak boleh abai. Aceh harus bersatu. Jangan biarkan sejarah kelam terulang. Pengkhianatan semacam ini harus dilawan dengan cara intelektual, konstitusional, dan bermartabat," tegasnya.

Komentar

Loading...